Sawahlunto – Usul Moratorium Pengamat terhadap sektor MBG (Mineral, Batu Bara, dan Geothermal) kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, para pengamat menyarankan agar langkah tersebut dikaji secara menyeluruh sebelum diambil keputusan lebih lanjut.
Moratorium, dalam konteks ini, mengacu pada penghentian sementara izin baru untuk eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di sektor MBG.
Beberapa waktu terakhir, kekhawatiran terhadap dampak lingkungan dan tata kelola sektor ini semakin meningkat, memicu desakan untuk meninjau ulang kebijakan pengelolaan sumber daya

Pengamat lingkungan dan energi menyatakan bahwa usulan moratorium tidak bisa hanya dilihat dari sisi pelestarian alam, tetapi juga dari perspektif ekonomi, sosial, dan politik.
Baca Juga : Penampakan Bangunan Kecil Telan Anggaran Rp 112 Juta yang Hebohkan Boyolali
Salah satu pengamat energi terkemuka, Dr. Yudhistira Anwar, menyebutkan bahwa langkah ini penting, namun harus didasari kajian multidisipliner yang matang.
“Jika diterapkan secara tergesa-gesa, moratorium justru bisa memicu ketidakpastian investasi dan memperlambat pertumbuhan industri energi nasional,” ujarnya.
Sektor MBG memiliki peran strategis dalam perekonomian Indonesia, menyumbang pendapatan negara dari royalti, pajak, dan devisa ekspor.
Namun, di sisi lain, aktivitas pertambangan dan eksplorasi seringkali memicu kerusakan lingkungan, konflik lahan, hingga pelanggaran HAM.
Inilah yang membuat usulan moratorium menjadi topik yang kompleks, dan tidak bisa dilihat dari satu sudut pandang semata.
Pemerintah sendiri belum memberikan sinyal resmi terkait sikap terhadap usulan tersebut, meski beberapa kementerian mulai merespons dengan hati-hati.
Kementerian ESDM misalnya, menyatakan masih melakukan evaluasi terhadap dampak ekonomi jika moratorium benar-benar diberlakukan.
Mereka menyadari bahwa keputusan semacam ini bisa berdampak pada pendapatan negara dan keberlangsungan industri turunan.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan cenderung lebih mendukung adanya jeda sementara untuk izin-izin baru.
Menurut mereka, langkah ini bisa menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola dan memperkuat sistem pengawasan.
Data menunjukkan bahwa banyak aktivitas MBG yang belum memenuhi standar lingkungan dan belum melibatkan masyarakat lokal secara optimal.






